SOBOnDESO News

Sekaten Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Singkat cerita Pada sekitar tahun 1400 Saka, Kerajaan Majapahit jatuh akibat serangan balatentara Demak di bawah pimpinan Raden Patah. Tiga tahun kemudian, pada Tahun 1403 Saka, berdirilah Kasultanan Demak. Raden Patah bertahta dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar.

Sebagai pusat kekuasaan baru, Kasultanan Demak mewarisi sisa-sisa kekayaan Majapahit, termasuk Gamelan Pusaka Kyai Sekar Delima. Gamelan Pusaka ini kemudian dipergunakan untuk melengkapi Gamelan Sekaten. Sejak saat itulah terdapat sepasang Gamelan Pusaka Sekaten. Satu perangkat diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang bernama Kyai Sekati. Satu perangkat lagi merupakan warisan Kerajaan Majapahit, yang kemudian diberi nama Nyai Sekati. Kedua perangkat gamelan Pusaka inilah yang selalu diperdengarkan dalam keramaian Sekaten.

Gamelan pusaka kyai gunturmadu sedang ditabuh, berada di pagongan di sebelah selatan
Seiring dengan jatuh dan berdirinya pusat-pusat kekuasaan di Jawa, tradisi Sekaten beserta kedua perangkat gamelannya juga menjadi pusaka yang diwariskan secara turun-temurun. Sejak keruntuhan Kasultanan Demak, tradisi ini diwarisi oleh Kasultanan Pajang, dan dilanjutkan oleh Dinasti Mataram Islam sejak jaman Kotagede, Kerta, Plered, hingga Kartasura dan Surakarta.




Pasca peristiwa Palihan Nagari pada tahun 1755 yang membagi Dinasti Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, sebagaimana wilayah-wilayah kekuasaan, pusaka-pusaka pun kemudian dibagi dua untuk masing-masing Keraton. Termasuk Gamelan Pusaka Sekaten yang merupakan warisan jaman Kasultanan Demak.

Gamelan pusaka kyai nogowilogo sedang beristirahat menunggu giliran ditabuh, berada di pagongan di sebelah utara

Kasunanan Surakarta mewarisi Gamelan Pusaka Kyai Sekati, sementara Gamelan Pusaka Nyai Sekati diwarisi oleh Kasultanan Yogyakarta. Mengingat Gamelan Pusaka Sekaten bersifat sepasang, maka masing-masing Keraton kemudian mutrani atau membuat duplikat Gamelan Pusaka yang tidak dimilikinya.





Dengan demikian, maka Keraton Kasultanan Yogyakarta kemudian memiliki sepasang Gamelan Pusaka Sekaten, yaitu Nyai Sekati dan duplikat Kyai Sekati. Pasangan gamelan yang disempurnakan kembali pada jaman Sri Sultan Hamengku Buwono I itu, kemudian diberi nama baru. Gamelan Pusaka Nyai Sekati diberi nama baru Kyai Gunturmadu, sementara duplikat Gamelan Pusaka Kyai Sekati diberi nama Kyai Nogowilogo. Gunturmadu mengandung arti “turunnya anugerah“, sedangkan Nogowilogo memiliki makna “ kemenangan perang yang lestari”. Wuiiih lumayan panjang ceritanya..

Sego gurih kuliner khas sekaten
Selain dengan keunikan kedua gamelan pusaka tersebut, masih banyak hal-hal unik yang dapat kita temui di perayaan sekaten ini.

Di antara dua lokasi bangunan Pagongan (bangunan berbentuk panggung, yang secara khusus dipergunakan untuk menempatkan sekaligus memperdengarkan Gamelan Pusaka Sekaten pada setiap bulan Maulud) banyak kita jumpai para pedagang yang sangat khas dijumpai di acara sekaten. Dagangan yang sangat khas itu di antaranya para pedagang kuliner sego gurih/nasi uduk, endhog abang serta kinang (racikan daun sirih, gambir, kapur, dan tembakau).

Para pedagang yang khas sekatenan

Endhog abang salah satu kuliner unik sekaten
Terdapat juga para pedagang mainan khas sekatenan yang kini semakin langka masih bertahan seperti penjual pecut, celengan, kuda kepang, perahu othok-othok, namun di perayaan sekaten kali tidak saya jumpai yaitu penjual berondong beras yang dibentuk beraneka bentuk.

Dan di puncak acara sekaten akan digelar acara Grebeg Maulud dengan mengarak beberapa gunungan yang berlangsung di halaman Masjid Agung Yogyakarta, bertepatan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Dagangan khas sekaten yang semakin langka

2 comments:

Termakasih telah berkunjung.... sobondeso.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis, komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator. Bila ada komentar yang menurut kami tidak sesuai maupun spam admin berhak untuk menghapusnya.